CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »
Kalau kau tanya apa itu cinta,, lihatlah dimataku..

Karena ia telah meninggalkan jejak cahaya disana..

Kalau kau tanya kenapa bisa begitu,, jawabnya adalah kamu..

Dan kalau masih ada tanya kenapa harus kamu,, terus terang,, aku tak tahu..

Karena kata-kata tak sanggup lagi menyampaikan isyarat hatiku..

Pages

Jumat, 04 Mei 2012

ketika perpisahan datang

Ada banyak kata yang belum sempat terucap..

Tetapi perpisahan sudah datang lebih dulu menghampiri kita..

Kau dan aku..

Sengaja dipertemukan oleh keadaan..

Namun tak dapat saling menyelaraskan langkah bersama..

Kau dan aku satu..

Hanya dalam diam dan ketidak tahuan..

Sekarang..

Masing-masing dari kita tetap melanjutkan kehidupan yang sudah ada terlebih dulu…

pertemuan itu


Aku kembali membuka kenangan malam itu..

Dua minggu lalu…

Di mana mata kita saling mengunci..

Sebuah senyum simpul mengembang dari bibir kita masing-masing..

Kau dan aku yang nampak malu-malu…

tanpa hadirmu


Memandangi langit cerah sore ini

Sendiri, tanpa kamu..

Tanpa kabarmu, dan tanpa suaramu yang tidak pernah absen hadir di telingaku..

Aku masih memandangi langit jingga kemerahan..

Seraya menghembuskan nafas perlahan..

Ku pejamkan mata ini..

Merasakan angin yang berhembus..

Menikmati kesendirian tanpa bayangmu…

Kisah Yang Salah


KISAH YANG SALAH

“Please, aku gak ingin kita seperti ini Nest. Aku ingin kita sama seperti biasa, seperti dulu, gak ada yang berubah. Baik aku maupun kamu.”

Winest hanya terdiam. Matanya tetap memandang ke arah Jalan raya yang basah terguyur hujan malam itu. Wajahnya mengekspresikan kekecewaan yang tak bisa terungkap. Kaku, datar dan tak bergeming. Hanya desahan nafas naik turun yang terdengar saat itu. Kedua tangannya masih dicengkeram oleh laki-laki di hadapannya. Persis seperti seorang anak yang telah melakukan kesalahan besar kepada Ibunya dan merengek minta dimaafkan. Genggaman laki-laki itu semakin kuat. Winest tetap memalingkan wajahnya.

“Nest please. Kita sama-sama dewasa. Kamu seharusnya mengerti. Aku butuh kamu. Aku nyaman banget saat sama kamu. Aku gak ingin kita jaga jarak seperti yang kamu mau.”
Winest menarik nafas dalam-dalam. Kini matanya mulai memandang laki-laki yang sudah setengah memohon di hadapannya. “Go, kita tau, sangat tau, aku masih sama Osten, dan kamu juga ada Karka. Kita gak mungkin meneruskan hubungan ini. Aku kurang mengerti di bagian yang mana? Okei kamu beralibi hubungan kita sebatas sahabat. Iya kan? Selalu itu yang kamu tegasin ke aku, tapi mau sampai kapan? Kita punya hati yang harus dijaga Go. Kita gak bisa egois. Apa kamu bisa menjamin, diantara kita gak ada yang saling jatuh cinta? Jika hubungan ini terus berlanjut? Kamu bisa menjamin itu? Enggak kan?” Nada Winest mulai meninggi.

“Tapi Karka tau aku deket sama kamu, kalian juga berteman kan? Karka gak pernah tanya macam-macam kan? Gak pernah bbm kamu kan Nest. Karka bisa menerima hubungan kita ini. Aku juga membebaskan Karka untuk melakukan apapun yang dia mau.”

“Iya sebagai sahabat. Entah wajar atau enggak persahabatan kita ini ya Go. Apa yang Karka pikirin ke kita kalu dia tau yang sebenernya? Apakah seorang sahabat itu wajar pergi bareng terus berdua? Tidur bareng. Hampir setiap waktu aku habisin sama kamu. Apa yang seperti itu wajar menurut kamu? Ini yang kamu maksud dengan sahabat? Sayang sebagai sahabat yang seperti ini? Iya Go? Apa kamu gak pernah terbesit sedikit aja, mikirin bagaimana perasaan aku? Yang selalu cemburu liat kamu sama Karka? Di bagian mana aku tidak mengerti kamu? Kamu juga harus pikirin itu, pikirin hati aku, dan mereka! Kasihan Osten dan Karka Go! Jangan paksa mereka untuk ikut keegoisan kamu! Fine Karka dan aku saling kenal, Karka tau tentang kita, tapi Osten? Osten gak tau apa-apa Go! Please, jangan karena perbuatan dan kesalahan kita, menghancurkan hati yang seharusnya tidak pantas untuk disakiti!”.

Hargo mulai mengendurkan genggamannya di tangan Winest. Menunduk, tak tahu harus berkata apa.

“Mumpung ini belum terlalu jauh, kita harus segera mengakhiri semua ini. Kamu balik ke kehidupan kamu sama Karka jauh sebelum ketemu aku, dan begitupula aku dengan Osten. Aku ingin memperbaiki hubungan aku dan Osten yang sudah nyaris enam bulan menggantung. Aku gak ingin berantakan keduanya. Bagaimanapun, aku dan Osten lebih dulu menjalin cerita. Kamu pun seperti itu. Aku harap kamu mengerti. Aku pamit Go.”
Sekuat mungkin Winest mengatakan kalimat perpisahan yang sebenarnya ia sendiri pun tak mau melakukannya. Akan tetapi keadaan tidak mungkin menunggunya lagi. Mau tidak mau dia harus ambil keputusan jika Hargo tetap tidak bisa memutuskan hubungan diantara mereka.  Winest membalikkan badannya. Membelakangi Hargo yang masih tertunduk. Perlahan kaki Winest mulai melangkah pelan.

Bruk. Hargo menarik lengan Winest dan memeluknya dari belakang. Tanpa terasa butir-butiran air mata Winest menetes membasahi pipinya. Ia mulai terisak dalam diam dan dalam pelukan Hargo. Begitu kuat Hargo memeluknya, sehingga ia pun tak berdaya untuk terus melangkah. Winest menikmati wangi aroma tubuh Hargo yang khas. Membuatnya ikut menikmati pelukan yang mungkin untuk terakhir kali nya. Lama mereka berpelukan dalam diam di tengah dinginnya malam itu. Perlahan, Winest melepaskan pergelangan tangan Hargo yang memeluknya. Kemudian membalikkan tubuh. Sekuat hati ia harus menatap kembali wajah laki-laki yang mengisi hari-harinya selama beberapa bulan ini. Tak hanya hari, tetapi relung hati Winest merasa tercuri olehnya.

Winest menatap dalam-dalam wajah tirus Hargo. Rahangnya yang runcing, matanya yang sayu, dan wajahnya yang manis dalam kebekuan. Winest membenarkan rambut Hargo yang selalu nampak awut-awutan. Rambut yang selalu menjadi bahan celaan Winest ketika mereka bertemu.
“Kamu harus sering keramas, supaya rambut acak-acakan kamu itu tetep wangi. Jangan lupa minum susu, supaya gemuk. Jangan kebanyakan makan mie juga, kasian usus kamu itu. Jika nanti Tuhan mempertemukan kita lagi, kamu sudah menjadi Hargo yang beda. Yang lebih baik lagi dari hari ini. Menjadi Hargo yang rambutnya rapih dan gemukan.”

Hargo tersenyum mendengar perkataan Winest. Kata-kata inilah yang sangat ia rindukan dari sosok gadis kecil yang berdiri di hadapannya saat ini. Dengan balutan dress coklat dan jeans hitam, serta syal warna salem yang melingkar di lehernya, membuat gadis itu sangat manis. Ia pasti akan merindukan keceriaan saat bersama dengan gadis kecilnya ini. Kemudian ia membelai rambut hitam pekat Winest. Menariknya agar lebih dekat. Hargo pun mendaratkan kecupan di kening Winest. Sebelum keduanya memutuskan untuk pergi dengan jalan yang telah digariskan Tuhan.

“Inget semua pesen aku ya. Percaya, Tuhan gak akan pernah membiarkan makhluknya disengsarakan oelh yang namanya Cinta. Aku pergi, kamu jaga diri baik-baik Go.”
“Kamu juga Nest. Aku selalu berharap, Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita di kehidupan nanti. Dan aku percaya, kalau kita gak bisa bersama di saat ini, di kehidupan nanti pasti bisa. Aku tetep tunggu kamu Nest.”

Winest tersenyum. Kemudian melangkah mundur. Bergerak menjauh dari Hargo yang masih berdiri di tempatnya. Winest membalikkan tubuhnya. Berjalan maju menyusuri dingin dan gelapnya ibukota malam itu. Begitupun Hargo. Membalikkan tubuhnya dan perlahan menjauh. 

Menanti

Aku tidak ingin menghabiskan waktu bersama dengan orang yang tidak aku cintai sama sekali..

Dan aku telah memilih,,

Untuk menunggu orang yang aku cintai..