CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »
Kalau kau tanya apa itu cinta,, lihatlah dimataku..

Karena ia telah meninggalkan jejak cahaya disana..

Kalau kau tanya kenapa bisa begitu,, jawabnya adalah kamu..

Dan kalau masih ada tanya kenapa harus kamu,, terus terang,, aku tak tahu..

Karena kata-kata tak sanggup lagi menyampaikan isyarat hatiku..

Pages

Kamis, 10 Maret 2011

Surat Untuk Drian


Wina terbaring lemah. Sekujur tubuhnya terpasang alat – alat medis. Inilah cara agar Wina tetap bertahan melawan rasa sakit yang dideranya. Mungkin rasa sakit di tubuhnya kini, tidak seberapa dengan sakit yang dirasakan hatinya. Wina sudah hampir dua minggu terbaring di dalam ruangan ini. Ruangan dimana hanya ada seorang perawat yang pandangannya tak luput dari monitor di sebelah ranjang Wina.

Semakin hari, kondisi Wina semakin lemah dan kritis. Pihak Rumah Sakit sudah berusaha keras untuk membuat Wina tetap bertahan dan sadarkan diri. Namun seolah memang Wina sendiri yang sudah tak ingin bertahan dengan semua yang di deritanya. Tidak ada sedikitpun tanda – tanda Wina akan tersadar. Sekalipun semua teman – temannya datang dan memberikan dorongan agar Wina bertahan dan segera sadarkan diri. Semua tidak membawa hasil apa – apa. Sepertinya, Wina sedang menunggu kedatangan seseorang. Seseorang yang dapat membuatnya tersadar dari tidur panjangnya ini.

“Awalnya kenapa si Tante, sampe Wina bisa kayak gini?” Tanya Naiia, salah seorang teman dekat Wina.

“Malem itu, Tante sama Wina sempet berantem kecil di ruang tamu. Pas dia pulang dari Bandung”.

“Bandung?? Wina ngapain Tante ke Bandung?? Nemuin Drian??”.

“Iyah. Kamu gak tau Naii?? Kalo Wina mau ke Bandung?? Katanya Drian ulang tahun. Dan Wina dari jauh – jauh hari udah nyiapin surprise party buat Drian. Tante sempet ngelarang Wina kesana, soalnya dia berangkat malem naek travel, tapi karena ngeliat kesungguhannya dan Wina juga janji sama tante mau pulang pagi nya, tante ngijinin juga” Ibu Wina menghentikan ceritanya pada Naiia, sesekali mengelap air mata nya yang kembali membasahi pipi.

“Tanteeee,, jangan nangis, aku juga sedih banget. Trus gimana kelanjutannya” Tanya Naiia seraya mengusap bahu Ibu Wina.

Tiba – tiba ada seorang perempuan sebaya Naiia dan Wina menghampiri mereka yang sedang berbicara di ruang tunggu Rumah Sakit. Seketika pembicaraan terhenti.

“Maaf Ibu Wina?” sapa perempuan tersebut.

Ibu Wina menghapus air mata dengan tissue yang diberikan Naiia tadi. Kemudian berdiri menyalami perempuan tersebut. “Iyah, saya Ibu nya Wina. Ada apa yah Nak?? Apa Wina ada masalah sebelumnya sama kamu??”.

“Perkenalkan, saya Rauna, teman sekantornya Wina Tante. Aku kesini mau liat keadaan Wina. Maaf sekali baru bisa menjenguk Wina sekarang, karena selama Wina gak masuk, aku yang menggantikan tugas – tugasnya untuk sementara waktu, kebetulan sekali banyak dateline yang harus dipenuhi”.

“Oohh, gapapa, mari duduk sini. Kita ngobrol – ngobrol sebentar” ajak Ibu Wina.

Rauna duduk di sebelah kiri Ibu Wina, dan Naiia tepat berada disamping kanan Ibu Wina. “Maaf ini aku jadi ganggu”.

“Ahh enggak kok. Tante lagi ngobrol aja sama Naiia,, kenalin, ini temen kuliahnya Wina”.

Rauna menyodorkan tangan kearah Naiia, dan disambut hangat oleh Naiia.

“Kebetulan kita juga lagi ngobrolin Wina. Jadi sekalian aja Tante mau Tanya sesuatu sama Nak Rauna. Mungkin sebelumnya Wina pernah cerita sesuatu ke Nak Rauna sebelum kecelakaan itu terjadi??”.

“Wina, ga cerita apa – apa kok Tante. Dia Cuma bilang ke aku, lagi berantem sedikit sama Tante. Perihal kepulangannya dia dari Bandung yang ga tepat. Trus aku saranin, supaya cepet baikan sama Tante. Gitu aja sii”.

“Ooohh,, dia ga cerita tentang Drian?? Atau apapun yang lain misalnya??”.

Rauna dan Naiia saling pandang. “Enggak ko Tan. Emang ada apa ya??” tanya Rauna.

“Enggak, Tante cuma kepengen tau, Drian itu seperti apa memang?? Bisa kalian bawa Drian ke sini? Tante mau berbicara sebentar dengan pemuda itu. Mungkin, bisa membantu memulihkan kondisi Wina”.

Rauna dan Naiia saling pandang. Tetapi kemudian, dari arah koridor sebelah kanan, Nampak Dokter setengah berlarian diikuti dengan para suster di belakangnya. Masuk kedalam ruangan dimana ruangan tersebut adalah ruangan… WINA!!

Ibu Wina mendadak histeris. Melihat para dokter dan perawat mulai memasangkan alat medis kembali ke dalam tubuh Wina. Wina tetap membeku. Diam tak bergerak sedikitpun. Kondisi Wina semakin memburuk. Ibu Wina dan kedua teman Wina hanya berharap dan berdoa dari luar ruangan, menatap Wina penuh harap, agar setidaknya mau saja sebentar bangun, membuat semua orang – orang yang menyayanginya tenang.

Kemudian, Dokter dan perawat keluar dari dalam ruangan. Ibu Wina, Naiia dan Rauna segera menghampiri.

“Dok, gimana Wina?? Wina baik – baik aja kan Dok??” racau Rauna.

Dokter diam.

  “Dok, kok diem aja sih? Wina kenapa? Wina ga apa – apa kan?? Wina ga kritis lagi kan Dok??” Tanya Naiia.
  
Dokter masih tetap diam. Kemudian menghela nafas panjang. “Keadaan Wina semakin memburuk Bu. Maafkan, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Kami tadi memasang alat bantu bernafas untuk Wina, tetapi hal tersebut tidak dapat bertahan lama. Kemungkinan Wina drop, masih akan terjadi” kata Dokter lesu.  “Lalu apa yang harus saya lakukan Dokter??” Tanya Ibu Wina.  “Ibu cukup bantu Wina dengan berdoa. Dan,, satu lagi, mungkin Wina ingin bertemu dengan seseorang, dengan hal ini kemungkinan Wina akan bangun, masih besar. Luka Wina memang tidak parah, namun dia sepertinya mengalami shock yang sangat berat atas kecelakaan tersebut. Atau sebelumnya, dia mengalami sesuatu yang membuat jiwa nya terguncang. Hingga saat kecelakaan tersebut terjadi, Wina tidak mampu untuk bertahan. Sampai koma seperti saat ini. Kami permisi dulu Bu”.

Dokter dan perawat berlalu. Meninggalkan Ibu Wina dan kedua teman Wina yang terdiam. Masing – masing sibuk dengan pikiran yang terlintas di kepala mereka. Seketika kemudain, Rauna menarik lengan Naiia.

“Permisi Bu, kita mau ada urusan sebentar. Nanti kita akan kembali lagi” kata Rauna terburu – buru.

“Eeh, kok narik – narik gue segala sih??” tanya Naiia heran.

Ibu Wina mengangguk pelan. Kemudian mengambil ponsel yang berada di dalam tas kecilnya. Rauna dan Naiia kemudian menjauh dari tempat mereka berbincang tadi. Berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit dengan langkah berat.

“Lo mau ngajak gue kemana si Rau?? Sok akrab deh lo, baru kenal ma gue udah ngajak – ngajak aja!” protes Naiia.

“Kita ke Bandung sekarang. Kita seret Drian, kita bawa kesini. Ini semua kan perbuatan dia” seru Rauna berapi – api.

“Ehh, bagus juga ide lo. Tapi kita naek apa kesana?”.

“Tenang, gue bawa mobil. Pokoknya hari ini juga kita harus bawa Drian ke Jakarta. Gue gak mau tau! Pasti ini semua gara – gara dia. Wina harus sadar!” pekik Rauna.

Kemudian mereka berdua berjalan ke arah parkiran. Menghampiri Lancer Evo biru tua di sudut parkiran. Rauna mengambil kunci dan membukanya. Mereka berdua bergegas pergi meninggalkan Rumah Sakit.

“Rau, Wina suka cerita apa aja ke lo?? Gue tau, tadi lo bohong kan sama nyokapnya Wina, kalo Wina ga pernah cerita apa – apa, padahal lo mungkin tau semua apa yang gue sendiri ga tau. Iya kan??? ” Naiia membuka percakapan, setelah selama beberapa jam mereka terdiam di perjalanan.

Rauna terdiam beberapa saat. Menghela nafas panjang, kemudian mulai bercerita. “Jadi sebelum kecelakaan itu terjadi. Wina mempersiapkan banyak kado dan kejutan buat Drian di kantor. Wina sengaja gak mau nyiapin di rumah. Karena dia gak mau banyak orang yang tau. Termasuk ke lo Naii. Karena yang gue denger dari cerita Wina, lo ga suka banget sama Drian. Dan gue juga tau alesannya apa sampe lo ngelarang Wina buat terus berjuang dapetin cinta Drian. Awalnya, gue setuju dia buat kejutan ini, karena gue terharu banget ngeliat ketulusan dia buat menangin hati Drian. Gue aja sampe ga percaya, Wina ngerelain seluruh hidupnya buat menunggu Drian. Laki – laki yang sangat dicintainya”.

“Tunggu dulu Rau!” Naiia tiba – tiba memotong pembicaraan. “Jadi selama ini Wina masih ngarep sama Drian?? Wina segitu cintanya sama Drian sampe ngorbanin segalanya??”.

“Jadi lo bener – bener gak tau apa – apa Naii??”.

Naiia menggeleng. “Sumpah gue ga tau kalo Wina masih ngarepin Drian!”

“Naii, banyak hal yang Wina ceritain ke gue tentang Drian. Bahkan banyak hal yang gue rasa, ga dia ceritain ke lo. Wina cinta banget sama Drian. Gue tau itu, karena dia selalu bersemangat setiap kali nyeritain Drian ke gue. Ga nampak sama sekali kesedihan yang dia rasain. Dia selalu ceria, dia selalu senyum walau keadaan hatinya hancur. Saat dia pulang dari Bandung pun, dengan wajah penuh semangat dan berbinar, dia certain semua ke gue, gimana kejutan ulang taun yang dia siapin dari 3 bulan sebelumnya itu. Gue perhatiin setiap bentuk ekspresi wajah dia saat ceritain gimana reaksi Drian, gimana reaksi Mamahnya Drian ke dia yang kata Wina baiiikk banget. Tadinya, Wina emang ga berniat lama – lama di Bandung. Sore harinya dia tiba – tiba mutusin buat balik ke Jakarta. Sekalipun malemnya Drian ngundang dia buat dating ke acara syukuran ulang taun sama temen – temen Drian lainnya. Saat itu Wina mengiyakan ajakan Drian dan Mamahnya. Tapi pas tau kalo di acara itu ternyata ada Reina juga, Wina lebih milih mutusin buat balik. Ketika Wina udah siap pulang, sebelumnya Wina sms Mamahnya Drian dulu, minta maaf tiba – tiba Wina mau pulang. Dan lo tau apa reaksi Mamahnya Drian??”.

“Apaa??”.

“Awalnya Wina mikir, paling ajakan dari Mamahnya Drian ini cuma sekedar basa basi biasa aja. Namanya juga semalem abis dikasih kejutan, kalo ga diundang kan ga enak. Tapi ternyata dugaan Wina salah. Mamahnya nelpon Wina dan ngelarang Wina pulang. Mamahnya berharap banget Wina hadir, walau cuma sebentar. Wina bingung, satu sisi, nyokapnya udah nyuruh balik, tapi satu sisi, dia pengen menghargai ajakan dari Mamahnya Drian itu. Ya akhirnya, Wina dating dan ngebatalin pulang ke Jakarta. Itu yang bikin dia besokannya berantem kan sama Ibunya. Disini Wina terkesan seolah lebih mementingkan orang lain daripada keluarganya sendiri. Padahal ga begitu maksudnya. Wina sayang sama semuanya. Dan disini, Wina cuma pengen memanfaatkan kesempatan yang ada, karena kata dia, belum tentu, ada kesempatan ini di lain waktu! Wina nyeritain secara detail ke gue Naii, semuanya. Gimana dia diperlakukan dengan sangat baik sama keluarganya. Terutama sama Mamahnya Drian. Wina kayak ngerasa, punya dua Ibu dan keluarga baru. Sampe – sampe gue sendiri merinding dengernya”.

“Iya, gue ngerti. Selama ini gue selalu ngelarang dia untuk ga inget – inget Drian lagi. Tapi dia anaknya keras kepala banget. Susah dikasih taunya. Dia udah sering banget disakitin Drian. Drian ga pernah peduli sedikitpun sama Wina. Padahal banyak yang udah Wina korbanin selama ini Rau. Wina berubah karena Drian. Awalnya Wina bukan tipikal orang yang setia, tetapi saat kenal sama Drian setahun yang lalu dikantin kampus, semua berubah. Karena Drian, Wina bisa ngelupain sakit hati nya karena ditinggal nikah sama mantan tunangannya dulu. Karena Drian, Wina kembali ceria, dan semangat nyusun Tugas Akhirnya. Karena Drian, Wina rela ngelakuin apa aja, asal hal tersebut bisa buat Drian seneng”.

“Trus?? Drian nya gimana??”.

“Sama sekali enggak berubah! Tetep dingin sama Wina. Awalnya emang mereka deket banget. Keman mana selalu bareng pas dikampus. Dan dulu, Drian itu cinta banget sama Reina. Temen kuliah gue sama Wina juga, tapi ga begitu kenal. Kehadiran Wina, bisa ngebuat Drian lupa sedikit akan sakit hatinya ditolak Reina, begitupun Wina. Mereka saling melengkapi. Tetapi tiba – tiba, kebiasaan mereka yang selalu bareng, ngebuat Wina jatuh cinta. Kali ini gue tau banget, Wina sungguh – sungguh jatuh cinta sama Drian”.

“Emang sebelumnya Wina susah jatuh cinta sama orang?” Rauna memotong.

“Bukan susah. Tapi gampang. Wina itu terkenal player dikampus. Sampai pada akhirnya dia berubah drastis karena Drian. Seneng sii gue ngeliatnya. Tapi perlakuan Drian setelah tau Wina suka sama dia, malah ngebuat gue rasanya pengen nenggelemin dia di tengah laut”.

“Loh kenapa Naii??”.

“Ya gimana ga kesel gue sama Drian, setelah Wina nyatain cinta nya ke Drian, Drian langsung berubah darstis. Drian jaga jarak banget sama Wina. Ga pernah lagi gue liat mereka jalan bareng, ga pernah lagi gue liat Wina ketawa sendiri di depan hape baca sms dari Drian. Semuanya berubah 180 derajat dari yang gue kira sebelumnya. Akhirnya, setelah wisuda kita semua misah. Drian lanjutin kuliahnya di Bandung, dia juga ternyata masih suka banget sama Reina, dia juga semakin ngejuhin Wina. Itu cerita terakhir yang gue denger dari Wina. Karena setelahnya, gue udah ga mau lagi denger keluhan dia tentang Drian lagi, lagi, lagii, dan lagi. Gue bersikap seperti ini agar Wina sadar dan ngebuka mata hatinya untuk orang lain. Seolah Wina bener – bener udah buta karena cinta”.

“Gue kenal Wina belum lama. Belum genap dua bulan. Gue anak baru di kantor, dan begitu ketemu Wina pertama kali, gue ngerasa nyambung ngobrol sama dia. Di semua hal, dia nguasain banget perbincangan yang sering terjadi di antara kita. Awalnya gue mengira dia cewe metal yang ga gampang terpengaruh virus galau. Karena setiap kali kita ngobrol, ga terlihat di wajah dia kalo sebenernya dia lagi sedih banget karena Drian. Gue baru tau ternyata dia lagi mendem perasaan yang teramat dalam sama seseorang belum lama ini. Pas Drian mau ulang tahun. Dia antusias banget ceritain semua rencananya ke gue. Rencana yang udah dia buat selama beberapa bulan, dan bahkan ternyata dia kerja itu emang sengaja uangnya buat dikumpulin, semua buat ngelancarin kejutan yang akan dia kasih ke Drian dua minggu yang lalu”.

“Dia cuma bisa cerita semuanya sama lo Rau. Karena gue, udah ga mau lagi denger cerita yang sama setiap harinya. Mungkin saat ini dia emang sedang berusaha menjadi pribadi yang kuat. Menyembunyikan segala kesedihan yang dia rasakan di depan semua orang”.

“Gue rasa, dia berhasil Naii. Sama sekali gue ga ngira ternyata dia lebih rapuh dari yang gue kira sebelumnya. Dia sampe buat blog khusus semua tentang Drian. Walaupun gue baru kenal, gue ngerasa dia tulus banget sayang sama Drian Naii. Salut gue juga sama dia. Dia pernah bilang ke gue sesaat sebelum semuanya seperti sekarang. Gue tanya, gimana reaksi Drian ke lo sekarang Win?? Dia Cuma senyum, dan bilang, dia ternyata masih belum bisa suka sama gue Rau. Dia malah sekarang lagi terobsesi banget sama cewe lain. "Cantik. Putih. Ga beda jauh sama Reina. Cuma sayangnya cewe ini masih SMA" jawab Wina dengan nada lirih saat itu. Dan kata dia lagi, dia tau banget, sebenernya Drian itu ga pengen Wina hadir di acara ultahnya malem itu, mungkin dia ngajak Wina sebagai ucapan terima kasih aja, ga lebih dari itu. Keliatan kok dari sikap Drian ke Wina yang cuek. Malah Wina akrabnya sama Mamahnya dibanding sama Drian nya!”.

“Tuh kan??? Apa gue bilang!! Wina selalu maksain keinginannya sih. Gue emang udah yakin banget, Drian itu, mau sampe kapanpun ga akan pernah suka ataupun peduli sama Wina. Buktinya?? Setelah Wina kasih kejutan itu, tetep ga ada yang berubah dari sikap dan perlakuannya kan!! Aaargghhh!! Wiiinn,, Wiiinnn,, kenapa sih lo harus ngalamin semua ini?”.

“Wina itu pejuang keras Naii. Dia berjuang mati – matian dan ngelakuin banyak cara supaya apa yang diinginkannya terkabul. Dia ga peduli sekalipun hal tersebut menghancurkan dirinya sendiri, yang dia tau, dia melakukan hal yang diperintahkan kata hatinya”.

Kemudian, keduanya terdiam. Rauna sibuk menyetir, sementara Naiia memandang ke arah kaca sebelah kirinya dengan tatapan nanar.

Mereka tiba di Bandung sore harinya. Setelah bersusah payah mencari kemana – mana alamat rumah Drian, akhirnya tiba lah mereka di depan sebuah pagar berwarna hijau tua. Mereka berdua masuk. Ternyata pagarnya tidak terkunci. Hal tersebut semakin memudahkan mereka untuk dapat segera menyeret Drian ke Jakarta. Naiia memencet bel. Mereka menunggu dengan hati cemas. Tak ada satupun orang yang keluar dari dalam. Naiia memencet bel lagi.

Pemuda sepantaran mereka keluar dari dalam rumah tersebut. Naai dan Rauna saling bertatapan.

“Drian!! Lo Drian kan??” tanya Rauna.

Drian mengerutkan keningnya. Merasa kaget sekali ada perempuan yang bertanya galak ke arahnya. “Iya, ada apa ya?? Lo siapa ya??” tanya Drian.

“Lo ga usah banyak tanya, sekarang ikut gue yuk. Ada seseorang yang nyawa nya ada di tangan lo sekarang!” kata Naiia.

“Naiia?? Loh kok?? Ini ada apa sih?? Gue ga ngerti??” tanya Drian bingung.

“Kita ga punya banyak waktu buat cerita disini Yan! Ayo cepet ikut kita ke Jakarta!” Rauna menarik lengan Drian.

Drian tidak sempat melawan. Dua lawan satu. Jelas dia kewalahan menghadapi kedua perempuan perkasa ini. Drian diseret paksa masuk ke dalam mobil. Kali ini Naiia yang menyetir dengan kencang. Membuat Drian dan Rauna pegangan erat dengan kursi mereka masing – masing.

“Naii,, selooowww heeiii!!” pekik Rauna.

“Gak ada banyak waktu. Gue barusan dapet sms, keadaan semakin kritis! Udah lo bedua pegangan aja yang kenceng. Gue mau ngebut!!”.

Sesampainya di Rumah Sakit Medika. Naiia dan Rauna membawa Drian yang masih setengah bingung ke ruangan Wina. Mereka berhenti tepat di depan jendela dimana dapat terlihat dengan jelas, para dokter sedang berusaha membantu membuat Wina sadar.

“Siapa yang sakit Naii?? Gue masih ga ngerti kenapa lo berdua bawa gue kesini??” tanya Drian bingung.

“Lo ga ngenalin siapa perempuan yang sekarat itu??” tanya Naiia seraya menunjuk ke arah Wina yang terbaring.

“Wina?? Loh ada apa sama Wina Naii??”.

“Drian. Lo kenapa sih, sedikit aja ga pernah peduli sama Wina. Lo kenapa sih buat Wina sampe kayak gini?? Lo udah buat hati dua orang perempuan terluka karena ulah lo. Pertama Wina, dan kedua Ibunya. Lo liat ka nada Ibu – Ibu disana yang menangis meraung – raung?? Itu Ibu nya Wina Dri. Setiap hari yang dilakukannya hanya berdoa, dan menangis. Berharap putri satu – satunya dapat tersadar” kata Rauna.

“Emang apa sih yang sebenernya terjadi sama Wina?? Beneran gue ga tau! Sumpah. Terakhir kali ketemu yang dia ke rumah gue kasih gue kejutan pas gue ulang taun, setelah ituu”.

“Setelah itu seperti biasa lo ga hubungin dia kan?? Sekedar basa basi bilang apa gitu, sekedar bilang terima kasih atas segala usahanya buat nyenengin lo, segala usahanya selama ini dengan setia menanti lo, lo gak tau kan?? Berapa banyak luka yang ada di hati dia karena lo Driaaaaannn!!!!” pekik Naiia.

“Dia kecelakaan Dri. Beberapa setelah hari ulang tahun lo. Bis yang biasa dia tumpangi setiap kali pulang dari kantor, tergelincir dan meledak karena gas nya bocor. Wina luka lumayan serius, tetapi dokter berhasil menyelamatkan nyawanya. Entah kenapa, sampai sekarang dia tetep ga mau sadar, sekalipun luka di tubuhnya telah membaik. Mungkin, ada luka dibagian lain yang memang, cuma lo yang bisa sembuhin luka itu. Mending sekarang lo masuk ke dalem, ketemu Ibunya dan bilang lo yang namanya Drian. Karena Ibunya pengen banget ketemu sama lo!” saran Rauna.

Drian mengikuti apa yang disarankan Rauna. Drian masuk dan bertemu dengan Ibu serta semua keluarga Wina. Drian mendekati ranjang Wina, menatap Wina perlahan, kemudian menyentuh ujung jari – jarinya yang telah dingin. Tetapi kemudian terdengar suara bunyi dari sebuat monitor. Suara yang sama sekali tidak ingin didengar oleh siapapun. Para dokter dan perawat bergegas masuk mengerubungi ranjang Wina. Drian mundur beberapa langkah. Kemudian tertunduk lemas di pinggir ranjang Wina.

“Terima kasih ya Nak Drian. Sudah mau datang ke acara pemakaman Wina. Maafin Wina kalo selama ini punya banyak kesalahan sama Nak Drian” kata Ibu Wina dengan nada yang sesenggukan.

“Harusnya saya yang minta maaf Bu. Saya yang telah banyak menyakiti Wina selama ini. Saya yang tidak pernah menghargai semua usaha Wina ke saya. Saya yang”.

“Stop Nak. Tidak perlu kau teruskan lagi perkataanmu. Kasihan Wina, biarkan dia istirahat dengan tenang sekarang ya. Insya allah, dia sudah ikhlas merelakan cintanya di kamu, insya allah dia bahagia sekarang disana. Oh iya, ini Ibu menemukan ini di kamarnya. Sepertinya ini untuk kamu. Ibu sendiri tidak tahu ini apa, tapi mungkin ini kunci ruang rahasia Wina di belakang kamarnya. Ayo mari, Ibu antarkan kesana.

Para pelayat perlahan meninggalkan area pemakaman karena hujan turun dengan perlahan. Sepertinya semesat juga turut berduka atas kepergian Wina. Untuk ini, di saat terakhir pun, semesta menurunkan hujan di sela – sela pemakaman Wina.

“Ini kamarnya. Kamu coba buka dengan kunci yang tadi Ibu berikan. Ibu tinggal yah. Di depan masih banyak tamu yang datang. Masih banyak teman – teman Wina”.

“Iyah tante. Makasih”.

Ibu Wina pergi menjauh, meninggalkan Drian yang kini terdiam mematung di depan sebuah pintu kamar berwarna coklat kegelapan. Dengan kunci yang berada di tangannya, Drian membuka perlahan pintu tersebut. Ketika pintu sudah terbuka, dia sangat terkejut melihat isi dari ruangan ini.

Drian memperhatikan dengan seksama, setiap dinding yang dilihatnya. Banyak sekali gambar – gambar mengenai dirinya terpampang di ruangan ini. Foto – foto yang Wina dapatkan dari Facebook Drian, kini semuanya berpindah ke dinding yang bercatkan hijau muda tersebut.

Ada foto saat mereka jalan bersama, mengerjakan laporan tugas akhir bersama, bahkan foto terakhir yang sempat dicetak dan dipajang oleh Wina sebelum akhirnya dia pergi adalah foto dimana saat Wina datang dan memberikan kejutan di hari ulang tahun Drian beberapa waktu yang lalu. Bertuliskan: 
Aku Mencintaimu ..
Tidak tahu sejak kapan ..
Mungkin sejak
pertama kali pertemuan itu ..
Aku tidak tahu mengapa ..
Aku tidak tahu bagaimana ..
Perasaan ini bermula ..
Yang aku tahu ..
Aku mencintaimu
dengan caraku sendiri ..
Drian melihat ke arah sebuah meja kayu yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Melihat ke arah amplop berwarna hijau muda bertuliskan ‘Surat Untuk Drian’. Kemudian dia meraih surat tersebut, yang tergeletak di atas meja dekat dengan sebuah tembikar yang bekas Wina pakai untuk membuat sebuah ucapan kepadanya. Drian membuka kertas tersebut dengan hati – hati.
Surat Untuk Drian (my beloved, orang yang selalu dihati dan selalu dinanti)
Dear Drian ..
Apa kabar?? Semoga kamu selalu bahagia di sana ya J. Ananta Drianukea, mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah pergi untuk selamanya. Maafin aku Dri, selama ini aku tidak pernah mengerti akan perasaan kamu yang tidak pernah bisa mencintai dan menyayangi aku. Seperti aku yang selalu mencintai dan menyayangi kamu. Aku akui, aku terlalu egois dengan perasaan aku ini. Yang malah membuat kamu merasa tidak nyaman setiap kali melihatku. Aku sadar Dri, cinta itu tidak memaksa,, tidak dapat dipaksa dan tidak akan memaksa.
Perlu kamu ketahui, aku tidak pernah menyesal sedikitpun mengenal, mencintai dan menyayangi kamu. Sekalipun kamu mungkin tidak pernah bisa merasakannya. Juga banyak pihak yang menentangku untuk tetap mencintaimu. Aku hanya sedang memanfaatkan waktu yang diberikan Tuhan untuk mencintai dan menyayangi kamu sepenuh hati. Mencintai sepenuh hati dan berusaha memperjuangkannya. Hingga akhirnya aku tersadar, kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Buatku, jatuh cinta adalah wajar. Jatuh cinta adalah berkah yang Tuhan berikan untuk setiap umatnya. Dan aku sangat bersyukur bisa mencintaimu. Karena hal ini mengajarkan aku tentang sebuah keikhlasan dan ketulusan mencintai tanpa balas.
Ternyata setahun itu sebentar yah Dri. Tak terasa malah, sepertinya baru kemarin kita dipertemukan secara tidak sengaja di kantin kampus, ngobrol - ngobrol, jalan bareng, makan bareng, nonton, dan semuanya kita habiskan bersama. Bagaimana dengan dirimu sekarang Dri?? Apakah kamu membaca surat ku ini dengan mengenakan flanell dan jeans seperti biasanya?? Bagaimana model rambutmu saat ini?? Apakah botak, seperti saat pertama kita bertemu, atau jabrik – jabrik?? Jujur, aku lebih menyukai model jabrik – jabrik dibandingkan botak. Kamu terlihat lebih tampan. Lalu, bagaimana dengan mio automatic hijau mu?? Apakah masih setia menemani kamu kemanapun kamu hendak motret?? Bahkan kedekatanmu dengan Vita saat ini. Aku tau Vita cantik, dia lebih pantas berada di sisimu, dibandingkan aku. Aku hampir semuanya tau segala tentangmu Drian. Hanya satu yang tidak aku ketahui, yaitu isi hatimu.
Sekarang kamu bisa tenang.  Karena tidak ada lagi perempuan aneh yang ngejar – ngejar kamu. Tidak ada lagi perempuan yang menunggu kamu bertahun – tahun, tidak ada lagi perempuan yang selalu mengecek facebook dan status twitter kamu, dan tidak ada lagi perempuan yang diam – diam suka mengambil foto – foto kamu di facebook. Hehehhheee..
Sampaikan salam aku buat Mamah, Ka Indy, Papah, dua adik adik kamu. Maafin aku jika selama mereka kenal aku, ada hal yang tidak berkenan di hati. Aku sayang kamu Drian. Aku juga sayang Mamah dan keluarga kamu.
Terimakasih Drian, sudah membuatku seperti saat ini…  

0 komentar:

Posting Komentar

Menanti

Aku tidak ingin menghabiskan waktu bersama dengan orang yang tidak aku cintai sama sekali..

Dan aku telah memilih,,

Untuk menunggu orang yang aku cintai..